Rabu, 22 April 2009

Arah Ekonomi Indonesia Pasca Pemilu

“Yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi perhelatan demokrasi yang selama ini berlangsung. Penyikapan tersebut salah satunya adalah mewacanakan agenda-agenda demokrasi ekonomi kepada rakyat dan calon pemimpin”, demikian diungkapkan oleh Awan Santosa dalam diskusi di HMI komisariat ekonomi UGM yang berlangsung rabu, 22 April 2009 di sekretariat HMI Ekonomi UGM.

Memang bila dicermati peta politik akhir-akhir ini, tampaknya perhelatan pemilu yang akan berlangsung pada juli mendatang akan diramaikan dengan persaingan antar tokoh-tokoh lama yang bisa ditebak arahan kebijakan ekonominya. Tentu saja, mereka semua berkomitmen untuk menyejahterahkan rakyat Indonesia, hanya saja cara mereka berbeda-beda. Tapi dengan cara-cara berbeda-beda tersebut, muncul suatu pertanyaan, apakah memang benar bahwa Indonesia sudah dalam track yang benar? Kalau memang iya, ini berarti bahwa siapa pun presidennya, kebijakan ekonomi berarti sudah sesuai dengan yang diharapkan rakyat.

Pertanyaan bahwa apakah Indonesia sudah dalam the right track bisa dijawab dengan melihat indikator regulasinya. Apakah regulasi-regulasi ekonomi kita sudah memihak pada rakyat? Ternyata tidak. Banyak regulasi-regulasi ekonomi di negeri ini yang tidak memihak pada rakyat, seperti UU PMA, dan berbagai macam regulasi lainnya yang ternyata makin meneguhkan dominasi asing di negeri ini. Maka ke depannya, dengan jalan seperti ini, kedaulatan ekonomi Indonesia akan tercerabut.

Calon pemimpin yang menganggap bahwa kebijakan ekonomi Indonesia sudah dalam track yang benar, maka tidak akan terjadi perubahan dalam kebijakan ekonomi kita. Apalagi bila SBY kembali terpilih menjadi presiden RI. Kalau dulunya SBY masih secara soft menunjukkan dukungannya terhadap paradigma ekonomi neoliberalisme, maka besar kemungkinan bila ia terpilih, dia akan menerapkan paradigma neoliberalisme secara hard. Lagi pula, inilah kesempatan terakhir SBY untuk secara terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap paradigma ekonomi neoliberal.

Suatu wacana yang timbul pula dalam diskusi ini adalah peran tim ekonomi. Kalau kita cermati, meski terjadi pergantian presiden dari waktu ke waktu, tapi paradigma ekonomi yang dianut bangsa ini sepertinya tetap sama dengan pendahulu-pendahulunya, yang diawali di zaman orde baru. Siapa pun partai pemenang pemilu, tim ekonomi pastinya berasal dari orang-orang yang secara sembunyi-sembunyi ataupun secara terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap paradigma kebijakan ekonomi neoliberalisme. Ini menunjukkan apa? Bisa jadi ini menunjukkan bahwa memang terjadi pengkaderan di tubuh para menteri-menteri di bidang ekonomi. Bisa jadi pula bahwa ada pihak tertentu yang menginginkan agar para pendukung paradigma ekonomi neoliberal ini tetap ada di pemerintahan, meski pun dengan orang yang berbeda. Tim ekonomilah yang paling berperan dalam menentukan track kebijakan ekonomi Indonesia. Bila track-nya dianggap salah, maka yang paling bertanggung jawab adalah tim ekonominya. Tim ekonomilah yang paling bertanggung jawab atas tergadaikannya sejumlah sumber daya alam strategis bangsa ini. Karena itu, mau tidak mau, bila kita tidak bersepakat dan track yang dianut saat ini, maka yang perlu pula kita kritisi adalah pengangkatan tim ekonomi di kabinet, tentu saja tidak menafikan terpilihanya presiden yang tepat.

Nah, bila ini tidak dirubah, maka dipastikan bahwa arah ekonomi Indonesia pasca pemilu presiden adalah sumber daya kita makin jatuh pada negara asing. Dengan kondisi seperti ini, apa yang bisa kita lakukan? Sebagai mahasiswa, ada banyak cara untuk menghadapi ini, salah satunya adalah pewacanaan ke masyarakat agar memilih pemimpin yang benar-benar punya agenda-agenda demokrasi ekonomi, termasuk di dalamnya adalah perubahan regulasi-regulasi yang selama ini merugikan rakyat.[]

Pembicara: Awan Santosa (Peneliti PUSTEK)
Waktu: Rabu, 22 April 2009
Tempat: Sekretariat HMI Ekonomi UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar