Rabu, 25 Februari 2009

Undangan Diskusi: To be a great leader

Undangan Diskusi Mingguan Komisariat
Assalamu Alaikum Wr.Wb
Mengundang rekan-rekan HMI Komisariat Ekonomi UGM untuk menghadiri diskusi (menggunakan Bahasa Inggris) yang:

Tema : To be a great leader

Pemantik : Roky Kartiko

Hari/Tanggal : Seni, 1 Maret 2009

Waktu : Pukul 16.00- 17.30 WIB

Tempat : Sekretariat HMI Komisariat Ekonomi UGM
Jl Kaliurang Km. 5 Karangwuni, Gg Megatruh No E3A.

Demikian undangan ini, besar harapan rekan-rekan bisa datang pada kegiatan ini.

Hormat Saya

Randi Kurniawan
(Kabid Kajian dan Riset HMI Komisariat Ekonomi UGM)

Sabtu, 21 Februari 2009

Undangan Futsal

Mengundang awak-awak HMI Komisariat Ekonomi UGM (Putra) untuk mengikuti Futsal yang akan diselenggarakan pada:

Hari/tanggal : Rabu, 25 Februari 2009
Waktu : Pukul 16.00- 17.00
Tempat : Lapangan Futsal Klebengan (Dekat warung makan Mbok Galak)

Demikian undangan ini. Besar harapan agar kawan-kawan sekalian bisa hadir. Diharapkan memberi konfirmasi via SMS bila berkenan hadir ke Lizam (085655845583) atau Randi (085255049044). Terima kasih.

Salam Hormat
Lizamul Widad dan Randi Kurniawan

Jumat, 20 Februari 2009

Sekelumit Cerita Muhibah

Oleh Roky Kartiko
Ketua Umum HMI Komisariat Ekonomi UGM

Pada tanggal 29 Januari sampai 1 Februari 2009 HMI komsariat ekonomi UGM mengadakan muhibah ke Jakarta, muhibah ini bertujuan untuk mempererat hubungan para alumni HMI FE UGM dengan HMI komisariat FE UGM, selain sebagai ajang silaturahmi kegiatan muhibah bertujuan sebagai proses pembelajaran yang sangat baik, antara lain: mempererat hubungan pertemanan dengan yang ikut muhibah, juga bisa belajar tentang pengalaman dari alumni saat semasa alumni ikut HMI sampai sekarang.

Sebenarnya kegiatan ini sudah di rencanakan dua bulan sebelum muhibah tapi kurangnya persiapan maka alumni di Jakarta ada yang belum tahu kalau ada kegiatan muhibah, pada dasarnya HMI komisariat FE UGM ingin berkunjung ke semua alumni tetapi karena keterbatasan SDM dan waktu maka hanya bisa berkunjung ke beberapa alumni HMI FE UGM saja.

Muhibah tahun ini yang ikut serta 12 orang tapi berhubung ada beberapa permasalahan teknis maka yang ikut serta sebanyak 7 orang. Dalam 7 orang tersebut dibagi dalam 2 kelompok: kelompok pertama ada empat orang; Roky, Septian, Adib dan Fanani. Sedangkan kelompok kedua ada tiga orang; Randi, Lizam dan Iqbal. Dalam pelaksanaannya Kawan-kawan komisariat berangkat dari Jogja pukul 18:00 WIB pada hari Rabu sampai di Jakarta jam 04:30 WIB pagi, setelah sampai langsung ke melakukan beberapa persiapan di stasiun misal salat, pengecekan barang masing-masing agar tidak tertinggal, dll. Setelah selesai kita langsung berangkat ke kamp milik pak Gunawan Sumodiningrat di daerah Rawamangun.

Pada hari pertama, tim pertama dan kedua sepakat untuk bersama-sama berkunjung ke kantor Anwar Zawawi (angkatan 1972). Beliau merupakan orang pertama yang kami kunjungi pada acara muhibah, banyak cerita dan motivasi yang di berikan ketika kami menemui beliau. Beliau masih sangat concern dengan HMI komisariat ekonomi UGM. Maklum, beliau juga menjabat sebagai Sekretaris Umum YAHMI (Yayasan Harapan Mulya Insani), merupakan yayasan milik alumni HMI FE UGM. Setelah selesai, kedua tim berpisah. Tim pertama pergi ke kontrakan Ayib (anggota HMI komisariat peternakan UGM) di mana kita di sana untuk mempersiapkan segala sesuatu selama melaksanakan muhibah di Jakarta. Sedangkan tim kedua berkunjung ke Helmi (angkatan 1995).

Pada hari kedua Muhibah tim kedua melakukan kunjungan ke Bright Indonesia dan bertemu dengan Nasyith Majidi (angkatan 1983) dan Awalil Rizky (angkatan 1984). Dan tim pertama, muhibah hari kedua adalah berkunjung ke pak Soewarno (angkatan 1984) di Bappenas. Di Bappenas, tim pertama berencana untuk berkunjung ke semua alumni yang bekerja di Bappenas tapi berhubung ada beberapa kesibukan maka tim kedua belum bisa menemui alumni .

Setelah ba’da Jumatan, sesuai perjanjian akhirnya kedua tim dapat bertemu Budi Yuwono (angkatan 1962). Kami mendapatkan sambutan hangat oleh Budi Yuwono, dalam pertemuan ini mulanya beliau bercerita tentang masa-masa beliau ketika menjadi pengurus HMI, tapi dalam saat-saat terakhir kami mendapatkan topik pembicaran seputar penggabungan HMI di komisariat ekonomi UGM. Dalam pembicaraan, beliau butuh waktu yang agak lama karena jadwal antara tim satu untuk bertemu oleh Dibyo Prabowo sedangkan tim kedua bertemu dengan Tulus Widjanarko terpaksa di batalkan. Akhirnya setelah selesai, semua tim kembali ke kontrakan Ayib untuk persiapan muhibah besok paginya.

Tim pertama berkunjung ke Defiyan Cory (angkatan 1989) dan di lanjutkan ke Sairi Erfani (angkatan 1975). Hari ketiga semua tim bertemu dengan Rudjito (1960-an), Chasanah (1975), Mascruhin (angkatan 1962), Budi yuwono (angkatan 1962) di rumah Rudjito. Pada hari terakhir muhibah, tim pertama dan kedua berkunjung bersama-sama ke Karwiyarso, salah satu alumni HMI ekonomi UGM dan terakhir sesaat pulang bertemu kawan-kawan menyempatkan bertemu dengan alumni senior, Mufty (angkatan 1960).

Akhirnya, selesai juga agenda kegiatan muhibah di Jakarta semoga dengan adanya kegiatan muhibah semacam ini bisa meningkatkan kekeluargaan antara sesama pengurus dengan para alumni HMI Komisariat Ekonomi UGM.

Hikmah Ponari

Oleh Randi Kurniawan
Kabid Kajian dan Riset HMI Komisariat Ekonomi UGM

Seputar Indonesia, Jumat 20 Februari 2009

Akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan berita kesaktian seorang anak yang mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Lebih mengejutkan lagi karena anak ini menggunakan batu kecil yang dianggap sebagai sumber kesaktian. Adalah Ponari yang dianggap sudah cukup banyak menyembuhkan orang-orang yang menerima jasanya. Tak heran bila warga berbondong-bondong ke kediaman Ponari untuk meminta pengobatan. Saking banyaknya, warga harus antri bahkan berbuntut pada meninggalnya empat orang warga yang mungkin tak mampu lagi berdesak-desakan menanti dukun cilik ini. Polisi pun tidak bisa mengantisipasi membludaknya warga di sekitar rumah Ponari.

Terdapat dua hal yang mungkin merupakan penyebab di balik fenomena ini. Pertama, karena pelayanan kesehatan bagi warga miskin sangat sulit diakses, sehingga warga mencari pengobatan alternatif yang cenderung lebih murah. Kedua, masyarakat relatif lebih percaya pada hal-hal yang mistis ketimbang mengedepankan rasio berkenaan dengan cara menyembuhkan penyakitnya. Bila yang kedua dipakai, maka tanpa memandang kaya atau miskin, warga tetap akan berobat pada Ponari. Namun bila kecenderungan pertama yang terjadi, warga yang berobat ke Ponari hanya warga yang memang secara ekonomi tidak mampu sehingga mencari alternatif pengobatan lain yang lebih murah.

Tanpa bermaksud memilih yang paling benar di antara dua penyebab tersebut, penulis menganggap bahwa di balik fenomena ini, ada banyak hikmah yang dapat kita petik. Pertama, bagi yang sehat, wajiblah bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat tersebut, sambil menjaga kesehatan. Bayangkan, warga yang sakit tersebut rela melakukan apapun demi memperoleh kesembuhan, bahkan berbuat syirik sekalipun. Namun bila sakit, tetap harus yakin bahwa sehat itu adalah milik Allah, sehingga betapa pun penyakit yang menimpa, kiranya jangan sampai menyekutukan Allah dengan makhluk-Nya, apalagi kesaktian batu yang dimilikinya oleh dukun kecil Ponari yang dianggap bisa menyembuhkan.

Kedua, masalah sulitnya akses kesehatan yang murah dan berkualitas merupakan masalah struktural yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Karena itu, pemerintah tidak boleh berdiam diri terhadap fenomena ini. Pelayanan kesehatan, terutama bagi warga miskin, mesti ditingkatkan dengan berbagai program-program seperti subsidi biaya kesehatan, dan lain-lain. Kesehatan merupakan barang publik yang harus diakses oleh semua orang, dan pemerintah berkewajiban menyediakan barang publik tersebut. []

Jakarta, Kota yang “Indah”

M Lizamul Widad
Kabid Perkaderan HMI Komisariat Ekonomi UGM

Muhibah, entah sebuah kata yang bermakna seperti apa, aku pun tidak tahu benar tentang hal itu. Di benak hanya timbul makna perjalanan ke Jakarta sebagai upaya silaturahmi, menuntut ilmu, dan membuka cakrawala berpikir. Salah atau betul bangunan niat itu, kira-kira itulah yang didapat dari acara berdurasi empat hari ini.

Disadari atau tidak, senyumku sedikit merekah ketika mengetahui bahwa kita (para peserta muhibah-red) akan menggunakan kereta api ekonomi menuju Jakarta dalam acara muhibah tahun ini. Angan pun melayang pada era tahun 90-an, tepatnya tahun 1994. Ketika mengendarai kereta api ekonomi dari Jakarta ke Surabaya, pada waktu itu baru umurku kurang lebih baru 6 tahun, lebih memilih tidur di bawah kursi duduk dari pada di pangkuan orang tua. Tentu saja dengan alas tidur koran. Ungkapan selanjutnya yang timbul di hati adalah “yes, bernostalgia, mungkinkah aku akan merasakan ketenteraman hati seperti kala itu”. dan akhirnya kesempatan yang memang saya tunggu setelah gagal pada acara muhibah cabang, bisa terlaksana saat ini.

Sore itu, 29 Desember 2008, para punggawa komisariat yang mengikuti muhibah (kloter 1 karena kloter selanjutnya direncanakan berangkat hari esoknya) berkumpul di sekretariat untuk berangkat bersama ke stasiun Lempuyangan Yogyakarta. Kami sengaja memilih menggunakan kereta Bengawan karena tidak ingin tiba terlalu pagi di Jakarta. Terlukis di wajah seluruh peserta perasaan menggebu, seolah haus akan sebuah pengalaman baru yang menanti di depan. Perjalanan diawali dengan berdoa bersama di stasiun sebelum akhirnya kita naik ke singgasana gerbong kereta.

***
Pukul 5 pagi, kita sampai di kediaman Gunawan Sumodiningrat, tempat transit sebelum memulai berkeliling Jakarta guna menampung semua petuah. Mata sembab akibat kurangnya tidur, rasa lega, penasaran dan perasaan lain menyelimuti kami semua. Lega karena lepas dari penderitaan semalaman tidur tak nyenyak, penasaran karena memang di antara kami semua tidak ada yang tahu tentang seluk-beluk kota Jakarta. Bagi saya, satu perasaan mengganjal lainnya adalah sebuah kekecewaan. Yah, saya gagal bernostalgia. Karena memang pada malam harinya kami semua menemukan tempat duduk di kereta, walaupun di gerbong paling buncit. Tapi sedikit terhibur karena setidaknya ada kesempatan lagi di perjalanan pulang.

Setelah kami selesai mandi dan sarapan pagi, sekitar pukul 9, kami bergegas menuju kompleks GBK untuk menemui Anwar Zawawi pada pukul 10. Dilanjutkan Helmi pukul 13 di LIPI dan Chandra Ismail di bilangan Jakarta utara pada sore harinya. Tidak ada hal yang menggelegarkan jiwa pada hari ini, tapi paling tidak ada dua peristiwa yang cukup menarik untuk diingat. Pertama, ketika berbincang-bincang dengan Helmi di sebuah ruangan di gedung LIPI. Kebetulan pada saat itu kami (Saya, Randi, dan Iqbal karena empat teman yang lain menuju ke kuningan untuk memastikan base camp) tidak hanya ditemani oleh Helmi tapi juga teman-temannya lain yang juga lulusan FEB UGM. Di tengah pembicaraan sebelum kami berpamitan timbul pernyataan dari salah seorang teman Helmi, Beti namanya.
“Habis Lulus dari FE mau ke mana?” celetuk Beti.
Kami bertiga saling memandang. Seolah mengetahui bahwa pertanyaan menjurus ke mau kerja di mana, dan isyarat ini sudah dipahami oleh Beti.
“Ah, jangan di LIPI, gak enak lah pokoknya. Tapi kenapa kita masih di sini ya”, sambil melirik ke arah teman sebelahnya, juga Helmi. Dan ditutup dengan gelak tawa mereka.

Yang menjadi pikiran saya, kenapa mereka masih “setia” terhadap pekerjaannya? Walaupun itu tidak menimbulkan kebahagiaan bagi nurani mereka. Inikah fenomena yang dinamakan alienasi dalam pekerjaan oleh Karl Marx? Di lain sisi, inikah akibat dari pergeseran hierarki kehidupan masyarakat Indonesia? (pergeseran hierarki kehidupan, dahulu hierarki itu berada pada status sosial. Berupa kalangan ningrat, pedagang dan petani. Sekarang hierarki itu berada pada status pekerjaan. Berupa pekerja kantoran yang berdasi, berseragam dianggap baik, sekalipun hanya buruh. Serta petani dan peternak dianggap buruk) Hingga mereka bekerja menuruti pandangan umum bahwa pekerja “kantoran” seperti mereka adalah orang yang wah. Tanpa melihat kepuasan sanubari yang ditimbulkan oleh sebuah pekerjaan. Entahlah, hati saya membisu untuk kasus ini, karena tidak ada data valid lain yang bisa dijadikan referensi. Walaupun begitu pikiran ini berkecamuk sepanjang perjalanan dari LIPI ke Base Camp.

Fenomena kedua, sesaat sebelum shalat magrib berjamaah di kediaman Chandra Ismail. Beliau menjelaskan bahwa terkadang orang-orang shalat berjamaah itu meremehkan. Terbukti dari bagaimana ia membentuk barisan yang mencang-menceng dan tidak rapat¬¬. Maka bersamaan dengan itu ia pun menjelaskan beberapa cara yang menurutnya tepat. Cara berdiri dengan memosisikan kaki berbentuk 90 derajat dan menempelkan kaki kita dan lengan kita dengan jama’ah di sampingnya menjadi hal yang menarik bagi saya. Yah, di satu sisi kita dapat memahami bahwa membentuk barisan yang tidak lurus dan rapat adalah suatu bentuk peremehan. Itu jika diasumsikan bahwa membentuk barisan yang benar adalah yang menempel antar kaki dan lengan. Namun saya sendiri diajarkan bahwa dengan jarak satu kepal tangan pun sudah bisa dikatakan rapat. Mana yang benar, saya belum melakukan penjelajahan lebih jauh.

Di lain sisi, ketika seseorang memang mendefinisikan kerapatan itu dengan menempelkan antar kaki, maka secara kontekstual memiliki kelemahan. Pertama, ketika bangun dari sujud di rakaat kedua konsentrasi kita akan teralih untuk merapatkan barisan dengan menempelkan kaki, bukan terhadap bacaan selanjutnya. Implikasi lain dari aktivitas ini adalah terkadang kita tidak sadar bahwa kita telah melakukan lebih dari tiga gerakan yang tidak perlu dalam salat. Padahal menurut pandangan saya, lebih dari tiga gerakan beruntun yang dilakukan dalam salat menggugurkan keabsahannya.
Kedua, tidak semua orang yang salat berjamaah di samping kita berpendapat bahwa rapat adalah menempelnya kaki tersebut. Dan ketika kita memaksakan pendapat itu maka bisa jadi orang di sebelah kita terganggu juga konsentrasinya. Saya sendiri adalah salah satunya, saya mudah sekali dan sangat sering kaget ketika kaki saya tersentuh oleh kaki jama’ah di sebelah saya. Dan tentunya mengacaukan konsentrasi saya di waktu salat. Siapa pun yang benar, belum terputuskan dan pikiran ini yang meracuni saya ketika makan malam sampai kepulangan kami dari kediaman beliau.

***
Hari kedua, dipayungi mendung tipis di langit, sejuta senyuman bibir dan kerutan dahi muncul di hari ini. dimulai dengan perjalanan ke kantor Bright Indonesia dan memang kami berencana bertemu dengan Awalil Rizky di sana. Pertemuan ini sesuai bayangan saya bahwa tidak ada hal formal di dalamnya. Bincang-bincang santai pun terjadi di antara kami dan Awalil Rizky. tidak lama di sana seolah kami sadar Anis Baswedan menunggu di Paramadina Pukul 9.30, kami bergegas menuju Paramadina seolah mengisyaratkan “ada kejutan besar di sana”.
Dan benar, saya dibuat terkagum-kagum dan lebih terbuka oleh berbagai macam fakta hingga pada perubahan pandangan dan orientasi. Selebihnya bisa terlihat seperti ini:
“HMI harus berubah”, mengaung di singgasana
serasa kembali di masa kanak, didongengkan cerita dan realita
Hey, ada apa di ufuk barat?
Cakrawala putih isyaratkan makna
Lihatlah dengan seksama wahai kaum jenaka
Saya tersadar dari tidur lama, ah benar juga ini yang membuat manusia menjadi hidup. Berfikir, berfikir, dan berfikir.
Selepas shalat Jumat, perihnya rasa malu ini tak tertahankan. Bagaimana tidak, dua orang di sebelah kiriku lebih tinggi dariku. Paling tidak terbukti dari kenyataan kehidupan sampai saat ini. Nasyid Majidi memperlihatkan itu. mereka berteriak:
“Nulis Le….”
“Ojo dolan Wae, endi hasilmu. Gak ngerti po Mesuji ngenteni awakmu”
Tak terelakkan, tak terbantahkan dan tak sanggup menolak sebuah janji besar yang sampai saat ini belum terlaksana. Biadab benar diriku!

Seperti yang tertera di bagian awal, hari ini penuh rekahan senyum dan kerutan dahi. Paling tidak sore itu mengerutkan dahi dan hatiku. (-tit- maaf disensor). Sampai akhir tak dapat kurapikan hal itu. Namun satu hal yang dapat kusimpulkan, kota ini indah, indah akan ribuan pemikiran, dan aku tidak lagi membenci kota ini selayaknya stereotype lama di benakku.

***
Hari ketiga dan keempat, tidak ada yang mencekam hati ini. Tidak dengan pertemuan itu, kebingungan di perempatan Lebak Bulus, tidak pula dengan pentingnya Islam yang dijelaskan Abbas Ghazali. Huh, hatiku benar-benar beku, tumpul, buta, dan entah apa lagi yang cocok untuk mengisyaratkan itu. Hingga pada waktu rombongan ini akan bertolak ke Yogyakarta, kesadaranku mulai timbul. Aku harus berterima kasih pada seluruh orang yang telah menempaku di kota ini. Entah sedikit, besar, jelas, ataupun kabur dan sulit kutangkap. Terutama terhadap Ayib yang telah merelakan kelonggarannya direnggut selama empat hari.
Perjalanan kereta api malam itu dimulai pulul 21.10 di stasiun Jatinegara. Kali ini kami tidak naik kereta Bengawan tetapi Progo. Alasan yang sama, tidak ingin datang terlalu pagi di Yogya. Sempat berpikir kita akan mendapatkan tempat duduk lagi karena menurut perhitungan kami hari ini tidaklah terlalu padat. Aku sedikit kaget ketika tiba di stasiun, berjubel sekali pada penumpang itu. Huh, perasaan kecewa datang. Dan aku belum sadar akan mimpi di masa keberangkatanku dari Yogya.

Berebut, sesaat setelah kereta datang menghampiri stasiun ini. kami memutuskan langsung ke gerbong belakang karena memang kita tidak bisa mengharapkan bangku kosong di bagian tengah. Masuk, kehabisan tempat, dan kita duduk di bawah. Barulah aku sadar bahwa ini saat yang tepat untuk bernostalgia. Egois memang, karena teman-teman semua sudak sangat kecapekan.

Kabar baik datang setelah Adib berhasil menemukan banyak bangku kosong di gerbong terdepan. Keputusannya, kita berjalan ke depan.
Sial, mengapa berhenti, ini stasiun apa? Ah, masih adakah bangku kosong itu? Paling tidak untuk teman-temanku. Berjalan dan berjalan, bayangan kursi empuk tak menghiraukan hiruk pikuk orang di sebelah kami.

***
Kunikmati setiap detik waktu, setiap derak roda kereta, setiap daya yang menggoyangkan tubuhku. Ditemani sebuah buku, “luka di Camp Alysses”, aku tak berniat terlelap malam itu, dan aku tak mengerti ke mana ketenangan hati ini datang lagi. Ketenangan yang sudah lama hilang, menyegarkan kegerahan ini. Tepat di depanku ada Fanani dan Randi di bagian depannya lagi. Aku tak mengerti seperti apa hati mereka, kecewakah? Mungkin seperti itu. karena sampai di gerbong terdepan kita sudah tidak mendapatkan tempat duduk, diisi oleh punggawa Bekasi, penuh tak tersisa. kumasukkan kaki ini ke bawah bangku duduk, persis seperti 13 tahun yang lalu. Namun tidak semua badanku karena ku sadar bangku itu sudah tidak dapat menutupi panjang tubuh ini. Seperti apa rautku saat itu, tak kumengerti, mungkin seperti raja yang tersenyum melihat kemakmuran rakyatnya. Malam itu seperti surga, setidaknya buat hatiku. []

Rabu, 18 Februari 2009

Kontroversi Haramnya Golput

Oleh Shinta Ulan Sari
(Kabid Kemuslimahan HMI Komisariast Ekononomi UGM)

Fenomena golput selalu ramai dibicarakan menjelang pesta demokrasi setiap 5 tahun sekali. Tahun ini pun, tahun di mana pesta demokrasi akan kembali digelar, fenomena golput mulai marak menjadi perbincangan hangat di berbagagi media di Indonesia terlebih lagi setelah dikeluarkannya fatwa haram golput oleh MUI. Berbagai diskusi digelar di berbagai channel dalam merespon fatwa yang dikeluarkan oleh MUI.

Faktanya angka golput dari pemilu ke pemilu semakin meningkat. Pemilu 1955 jumlah partisipasinya lebih dari 90 %. Di awal reformasi, partisipasi turun menjadi sekitar 86 %. Bahkan pada pemilu 2004, Untuk pertama kalinya, sepanjang sejarah pemilu di Indonesia, jumlah golput mencapai lebih dari 20 persen. Setelah otonomi daerah diberlakukan dan pilkada pun digelar, angka golput tidak tanggung-tanggung jumlahnya. Menurut catatan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), dari 26 Pemilu kepala daerah tingkat provinsi yang berlangsung sejak 2005 hingga 2008, 13 pemilu gubernur justru ‘dimenangi’ oleh golput. Artinya, jumlah dukungan suara bagi gubernur pemenang Pilkada kalah ketimbang jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya. Yaa…golput sekarang mulai menjadi tren pada setiap pemilihan, baik pusat maupun daerah.

Sekarang pertanyaannya adalah mengapa banyak pemilih yang golput dan apakah yang mendasarinya. Secara umum definisi golput adalah sekelompok orang yang tidak menggunakan hak pilihnya di dalam sebuah pemilihan secara sengaja dan terang-terangan. Ada banyak alasan yang mendasari seseorang untuk golput, baik karena alasan teknis (admisnitratif) maupun non teknis (ideologis). Alasan teknis (administratif) misalnya : buruknya pendataan calon pemilih, sehingga ada seseorang yang seharusnya sudah memilki hak suara tetapi belum tercatat sebagi pemilih. Alasan non teknis (ideologis) misalnya pemilih sudah kehilangan kepercayaan terhadap calon-calon yang akan dipilih, serta alasan-alasan ideologis lainnya. Bahkan banyak pula pemilih yang apatis, yang merasa dengan mimilihpun tidak akan terjadi perubahan apa-apa.

Lantas apakah golput dapat dibenarkan? Ketika kita merujuk pada fatwa yang akhir januari lalu telah dikeluarkan melalui forum ijtima’ ulama III MUI, pasti tindakan golput tidak dapat dibenarkan, mengingat fatwa yang dikeluarkan adalah Golput Haram. Haram artinya adalah ketika kita melaksanakannya berarti kita berdosa. Sehingga MUI dengan tegas memandang bahwa Golput tidak dapat dibenarkan.

Fatwa haram golput ini munurut ketua MUI KH Ma’ruf Amin dalam suatu diskusi seputar fatwa MUI di salah satu channel TV beberapa pekan yang lalu, karena adanya permintaan dari masyarkat sekaligus menanggap pro-kontra golput. Dengan kata lain hal yang mendasari MUI mengeluarkan fatwa tersebut adalah semakin tingginya angka golput dari pemilu ke pemilu akan menyebabkan suatu kepempinan akan kehilangan legitimasinya, padahal kepemimpinan dalam Islam adalah hal yang sangat penting untuk kemaslahatan umat. Ya memang kepemimpinan dalam Islam adalah seseuatu hal yang penting tapi apakah salah ketika masyarakat sudah apatis/skeptis terhadap politisi, pejabat atau penguasa yang jelas-jelas eksistensi mereka tidak korelatif dengan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat? Apakah salah ketika kita tidak memilih karena memang tidak ada calon yang pantas untuk dipilih? Apakah salah ketika tidak memilih karena sistem yang diterapkan oleh sang pemimpin bukan suatu sistem yang benar? Menurut Imam al-gazhali, baik buruknya suatu masyarakat atau Negara ditentukan oleh dua pilar, pemimpin dan sistem yang dijalankan. Pemimpin baik namun ketika sistemnya buruk maka tidak akan mengubah keadaan secara mendasar. Sebaliknya sistem baik namun pemimpin buruk, juga akan membawa kegagalan. Jadi kita membutuhkan dua-duanya. Menurut pandangan penulis, sebaik apapun personal pemimpin yang memimpin negeri ini tidak akan membawa peruabahan apa-apa ketika sistem yang dijalankan masih seperti sekarang. Jadi tidak adanya salahnya ketika kita golput karena tidak ada pemimpin yang mampu merubah sistem yang ada sekarang. Pemimpin yang justru akan melangengkan sistem sekuler yang ada sekarang buat apa dipilih, toh juga tidak akan membawa perubahan apa-apa (karena sistem yang akan dipakaipun sistem yang sekuler, dimana sudah terbukti bukannya mensejahterakan rakyat malah semakin menyengsarakan rakyat).

MUI pada akhir tahun 2005 lalu, telah mengeluarkan fatwa tentang haramnya SIPILIS (Sekulirisme, Pluralisme, Liberalisme), maka memimpin berdasarkan sekulerisme juga seharusnya diharamkan. Karenanya memilih pemimpin yang akan memimpin dengan sekulerisme juga seharusnya diharamkan. Hal ini memperlihatkan ketidak sinkronan fatwa haramnya golput dengan fatwa yang dikeluarkan beberapa tahun yang lalu.

Merujuk pada konstitusi yang ada sekarang, golputpun bukan sesuatu yang melanggar konstitusi. Dalam UU pemilu jelas dipaparkan bahwa memilih adalah hak bukan suatu kewajiban. Jadi tidak ada salahnya ketika kita tidak menggunakan hak memilih kita. Mengutip perkataan Eko Prasetyo (Ketua Pusham UII) “tidak memilih adalah suatu pilihan, dan itu berarti kita telah menggunakan hak pilih kita”. Tidak memilih bukan berarti tidak menginginkan perubahan, justru dengan tidak memilih adalah sebagai wujud inginnya perubahan yang lebih besar.

Satu hal yang ingin penulis tekankan, terlepas pro-kontra fatwa MUI, jangan sampai fatwa tersebut dijadikan sumber konflik di kalangan masyarakat. Jika ada perbedaan pendapat sebaiknya didiskusikan secara ma’ruf dengan mengedepankan argument bukan emosi semata.[]

Jumat, 13 Februari 2009

Perjalanan Muhibah ke Jakarta

Oleh Iqbal Kautsar

HMI Komisariat Fakultas Ekonomi UGM kembali melaksanakan agenda rutin tahunan, yaitu: Muhibah ke alumni-alumni HMI FE UGM. Agenda muhibah kali ini kembali mengambil tujuan ke Jakarta dan sekitarnya, sama seperti dua tahun yang lalu. Pelaksanaan muhibah berlangsung selama empat hari tanggal 29 Januari-1 Februari 2009. Agenda muhibah merupakan acara silaturahmi kunjungan yang dilaksanakan oleh komisariat dalam rangka mempererat ukhuwah antara pengurus dan anggota sekarang dengan para alumni. Agenda ini sekaligus dimaksudkan pula sebagai upaya penggalangan dana untuk melakukan kegiatan pengembangan komisariat Fakultas Ekonomi dan pendistribusian majalah MAKRO dan buletin Berkomis kepada alumni

Peserta muhibah ini awalnya berjumlah sebelas orang yang diberangkatkan dalam dua kloter. Namun, karena ada suatu hal akhirnya hanya tujuh orang yang diberangkatkan lewat satu kloter saja. Adapun pesertamuhipah adalah Roky (ketua HMI Komisariat FE 2008-2009), Randi, Lizam, Septian, Fanani, Adib dan Iqbal. Peserta menuju Jakarta pada Rabu sore, 28 Januari 2009 menggunakan moda transportasi kereta api. Perjalanan ini merupakan tantangan yang menarik karena di antara ketujuh peserta tidak ada yang mengerti seluk beluk kota Jakarta. Akan tetapi, adanya tekad yang kuat untuk bersilaturahmi dengan para alumni menjadikan tantangan tersebut tidaklah menjadi soal.

Tujuan yang pertama dituju di Jakarta adalah rumah Gunawan Sumodiningrat, dosen FEB UGM. Di sana peserta singgah sebentar sekaligus menyusun target dan strategi alumni yang akan dikunjungi hari pertama. Peserta sepakat akan dipecah menjadi dua kelompok agar dapat menjangkau lebih banyak alumni. Namun sebelum dipecah, seluruh peserta, kecuali Septian dan Fanani bersama-sama berkunjung ke kantor Anwar Zawawi (angkatan 1968) di kompleks GBK. Alhamdulillah kami berhasil menemui beliau dan dijamu dengan ramah. Pada pertemuan tersebut, banyak hal yang dibicarakan salah satunya terkait masalah reuni akbar yang dilaksanakan di Jogja beberapa bulan lalu. Pembicaraan yang seolah singkat ternyata berlangsung sekitar 2 jam.

Sesuai kesepakatan sebelumnya, peserta dibagi menjadi 2 tim. Tim pertama terdiri dari Randi, Lizam dan Iqbal, sedangkan tim kedua adalah Roky, Adib, Septian dan Fanani. Masing-masing tim kemudian berpisah sesuai dengan tujuannya. Pada hari pertama, tim pertama mengunjungi Helmi (angkatan 1995) di kantor LIPI dan Chandra Ismail (1966) sekaligus mantan direktur majalah INfobank di kediaman beliau. Topik yang diperbincangkan dari kedua alumni itu adalah kondisi komisariat saat ini. Tim kedua berkunjung ke kediaman Saeri Erfani di Bekasi timur.

Lelah di hari pertama pun terobati setelah tidur pulas semalam walaupun terpisah tempat penginapan. Hari kedua pun menjelang. Semangat baru harus dimunculkan kembali demi menyukseskan muhibah ini. Di hari kedua ini, masing-masing tim sudah memiliki target sendiri sebelum bertemu kembali ba’da shalat Jumat. Tim pertama menuju ke Universitas Paramadina untuk bertemu dengan Anies Baswedan (angkatan 1986) yang saat ini menjabat Rektor Universitas Paramadina.
Beliau, sebagai tokoh intelektual dunia, banyak memberikan wejangan dan nasihat yang berguna demi kelangsungan organisasi HMI sekarang dan di masa depan. Menurut beliau, HMI harusnya berubah dan melihat jauh ke depan dengan inovasi-inovasi baru agar tidak semakin mundur dan lemah. HMI dianggap selama ini terlalu membanggakan torehan masa lalunya tetapi tidak mengantisipasi apa yang terjadi 10-20 tahun kemudian. Harusnya HMI berbenah agar tidak kadaluarsa di era globalisasi. Yang menjadi saingan HMI di masa datang adalah para mahasiswa yang berstudi di luar negeri.

Muhibah tim pertama dilanjutkan ke Bright Indonesia dan bertemu dengan Nasyith Majidi (angkatan 1983) dan Awalil Rizky (angkatan 1984). Untuk tim kedua, muhibah hari kedua adalah berkunjung ke Soewarno (angkatan 1984) di Bappenas. Setelah ba’da Jumatan, sesuai perjanjian akhirnya kedua tim dapat bertemu kembali di tempat usaha Budi Yuwono (angkatan 1962). Dalam silaturahmi ini, banyak diceritakan pengalaman beliau tentang bagaimana HMI mampu tetap bertahan saat G30SPKI. Kemudian, agenda selanjutnya adalah bertemu dengan Bustom (angkatan 1995) di Blok M pada malam harinya. Agenda hari kedua berakhir dan seluruh peserta menginap bersama di kontrakkan Ayib, alumni komisariat kehutanan

Hari ketiga pun dimulai dengan kunjungan seluruh tim ke kediaman Rudjito (angkatan 1964). Ada beberapa hal yang dibahas di sana selain bertemu dengan alumni lain: Budi Yuwono, Masrukhin, dan Siti Chasanah. Alumni yang hadir di rumah Rudjito banyak bercerita tentang pengalaman masa lalu mereka. Selain itu, mereka menyampaikan keinginan agar HMI bisa bersatu kembali. Mengenai hal ini, teman-teman merespons dengan sikap positif yakni niat yang ingin bersatu.

Setelah dari rumah Rudjito, tim kemudian dipecah lagi menjadi dua dengan anggotanya tetap. Tim pertama pergi ke kediaman Abbas (angkatan 1979) di Jakagakarsa dan tim kedua melaju ke rumah Daru Asih (angkatan 1990).

* Tulisan ini telah diedit.

Berkelana Lagi ke Jakarta

Oleh Randi Kurniawan
(Kabid Kajian dan Riset)

Tanggal 29 Januari 2009 – 1 Februari 2009, HMI komisariat ekonomi mengadakan Muhibah. Kota yang dipilih adalah Jakarta. Kota yang saya sendiri belum terlalu paham seluk beluknya, terutama mengenai lokasi dan petunjuk jalannya. Yang saya tahu tentang Jakarta adalah kota yang dipenuhi dengan gedung-gedung pencakar langit, ibu kota Indonesia, dan kota yang tiap tahunnya terkena banjir. Untung saja banjir menghampiri kota metropolitan ini setelah kami mengucapkan sayonara terhadap Jakarta. Kami hanya bisa menonton bencana yang menimpa ibu kota ini lewat TV dan baca di koran. Sungguh tragis. Tapi tulisan ini tidak bermaksud bercerita tentang nasib yang dialami warga Jakarta karena musibah banjir ini. Tulisan ini akan bercerita tentang secuil pengalaman saya saat Muhibah ke Jakarta.

Muhibah merupakan program kerja tahunan HMI Komisariat Ekonomi UGM yang dimaksudkan sebagai ajang silaturrahim pengurus dengan alumni. Bagi pengurus, silaturrahim ini sangatlah penting di samping karena dapat memperoleh masukan-masukan berharga dari alumni, transfer pengetahuan dan pengalaman, dan juga kesediaan alumni untuk memberi bantuan baik berupa buku-buku, likuiditas, dan lain-lain untuk komisariat. Tentunya, segala apa yang diperoleh dari alumni sangat bermanfaat bagi kelangsungan komisariat. Bagi alumni, manfaat yang diperolehnya adalah dapat mengetahui informasi tentang organisasi terkini di mana dia pernah juga bergelut di dalamnya. Bila saya menempatkan diri sebagai alumni, tentunya sangat senang bila bernostalgia lagi dengan pengalaman-pengalaman masa lalu yang indah.

Lantas mengapa memilih Jakarta? Memang tak dapat dimungkiri bahwa dari alumni yang terdata, jumlah alumni HMI paling banyak di Jakarta. Sehingga, pengurus bisa dengan mudah bertemu dengan banyak alumni. Selain itu, Jakarta bisa jadi pilihan (jujur saja-red) karena merupakan ajang rekreasi bagi teman-teman yang belum pernah menginjakkan kaki di Jakarta. Penulis sendiri baru dua kali ke Jakarta, dan semuanya itu karena maksud Muhibah. Bila Muhibah tidak ada, maka sampai saat ini saya belum pernah menginjakkan kaki di Jakarta. Memilih Jakarta, tentunya kita tahu pula risikonya, sebab semua teman-teman yang berangkat Muhibah tahun ini masih awam tentang lokasi dan transportasi di Jakarta. Karena itu, mau tidak mau, kami harus banyak mencari tahu dari orang-orang yang tahu (Terima kasih buat mas Hohok yang sudah sangat membantu pencarian lokasi dan masalah transportasi). Namun itulah seni tersendiri dari Muhibah ke Jakarta. Rasanya tidak puas bila tidak ada pengalaman-pengalaman unik (sedikit bodoh), entah itu salah bus, tersesat, atau peristiwa unik lainnya.

Saya juga mengalami hal yang sulit selama perjalanan kemarin, terutama ketika mengunjungi kediaman bapak Abbas Ghozali yang terletak di Jagakarsa Jakarta Selatan. Dari kediaman Rudjito, kami harus menumpang sebanyak tiga kali bus sebelum sampai di kediaman beliau. Kesulitan kami temui saat bermaksud menumpang bus yang kedua karena tidak tahu menahu tentang bus yang mana yang akan ditumpangi. Sementara, HP saya sedang kehabisan pulsa, HP lizam lagi error sim card-nya. Beruntunglah ada HP Iqbal yang masih bisa digunakan. Sekitar 30 menit lamanya menunggu, akhirnya dapat menghubungi Abbas Ghozali. Komunikasi pertama sempat membuat bingung karena saking panjang penjelasannya, kami lupa jadinya. Akhirnya kami meminta untuk meng-SMS saja alamatnya. Dengan keberanian bertanya pada orang lain, akhirnya dapat juga sampai di kediaman beliau.

Pengalaman yang paling mengesankan saat balik ke Jogja. Karena naik dari stasiun Jatinegara, kereta Progo sudah tidak menyediakan tempat duduk bagi kami berempat (saya, Adib, Lizam, dan Fanani). Akhirnya kami memilih berada di gerbong belakang. Setelah itu, Adib mencari tempat kosong di depan karena di gerbong belakang sudah penuh. Saya sangat gembira karena Adib meng-SMS saya bahwa di depan masih ada yang kursi kosong sehingga sebaiknya berpindah ke sana saja. Bayangkan, dari gerbong belakang sampai gerbong paling depan, begitu panjang perjalanan itu harus kami lalui dengan beban tas yang cukup berat. Apalagi, di jalanan sepanjang gerbong itu, dipenuhi dengan ratusan orang. Tentu saja, kami harus bekerja keras untuk melewati orang-orang tersebut. Malam itu saya merasa tenaga saya habis.

Sampai di gerbong paling depan, Adib menyambut dengan senyum sambil mengatakan bahwa kursi yang kosong telah dipenuhi orang-orang. Adib menyangka bahwa orang-orang tersebut mungkin sudah memiliki nomor kursi sesuai yang tertera di tiket mereka (sebetulnya dia juga tidak bertanya dan melepaskan begitu saja kursi kosong bila ada penumpang yang mau duduk). Akhirnya, kami harus duduk di lorong-lorong gerbong. Yang paling menyiksa adalah banyaknya orang yang lalu lalang untuk menjajakan barang dagangannya. Saking tersiksanya malam itu, saya berjanji tidak mau naik kereta ekonomi lagi. Kalaupun naik kereta ekonomi, saya harus memastikan bahwa saya punya tempat duduk.
Inilah pengalaman Muhibah saya. SEKIAN.

Kamis, 12 Februari 2009

Undangan Diskusi: Menyoal Fatwa MUI tentang Golput

Assalamu Alaikum Wr.Wb
Mengundang rekan-rekan HMI Komisariat Ekonomi UGM untuk menghadiri diskusi yang:


Tema : Menyoal Fatwa MUI tentang Golput

Pemantik : Shinta Ulan Sari

Hari/Tanggal : Jumat, 20 Februari 2009

Waktu : Pukul 16.00- 18.00 WIB

Tempat : Sekretariat HMI Komisariat Ekonomi UGM. Jl Kaliurang Km. 5 Karangwuni, Gg Megatruh No E3A.

Demikian undangan ini, besar harapan rekan-rekan bisa datang pada kegiatan ini.

Hormat Saya

Randi Kurniawan
(Kabid Kajian dan Riset HMI Komisariat Ekonomi UGM)

Selasa, 10 Februari 2009

Paket Stimulus dan PHK

Oleh Randi Kurniawan
(Kabid Kajian dan Riset HMI Komisariat Ekonomi UGM)

Seputar Indonesia, Selasa 10 Februari 2009

Dampak krisis finansial global yang berimbas pada sektor riil mulai dirasakan. Setidaknya ini dapat diamati pada gencarnya perusahaan-perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada sejumlah karyawan. PHK dianggap solusi di saat perusahaan menghadapi penurunan permintaan sebagai imbas lemahnya daya beli konsumen. Bila permintaan berkurang, wajar bila perusahaan mengurangi jumlah tenaga kerja yang disesuaikan dengan berkurangnya permintaan produk. Namun di sisi lain, PHK akan menambah angka pengangguran baru.

Pengangguran merupakan salah satu masalah ekonomi yang sangat pelik, di samping masalah kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Dalam teori ekonomi konvensional, pengangguran menjadi satu topik khusus yang dibahas secara mendalam, termasuk cara mengatasinya. Berdasarkan teori, pengangguran dapat dikurangi dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan untuk mendorong pertumbuhan, Ekonom John Maynard Keynes mengatakan bahwa terhadap 4 variabel yang mesti diperhatikan yakni konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan pendapatan ekspor neto.

Memang data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia yang menurun. Pada Agustus 2008 mencapai 8,39% atau 9,39 juta orang dari total angkatan kerja, turun dibanding Agustus tahun 2007 sebesar 9,11% atau 10,01 juta orang dari angkatan kerja. Namun angka ini masih jauh dari target presiden SBY, yang berjanji akan menurunkan angka pengangguran ke level 5,1% pada tahun 2009. Lagi pula, diakui BPS, angka pengangguran yang dirilis pada Januari 2009 ini belum terpengaruh krisis global. Karena itu, pada 2009 ini, kemungkinan besar terjadi peningkatan angka pengangguran.

Dengan angka pengangguran demikian, serta PHK yang diprediksi terjadi dalam skala masif pada 2009, pemerintah perlu mengoptimalkan peran yang diembannya. Dalam kondisi sekarang, kita tak bisa berharap banyak pada investor swasta karena alasan ekonomi yang belum kondusif. Pun, pendapatan dari ekspor menurun karena permintaan produk dari luar negeri berkurang. Memang konsumsi masyarakat masih menjanjikan, tapi ini juga sangat rentan dari gejolak harga yang bisa terjadi kapan pun. Karena itu, instrumen yang paling cocok di masa krisis ini adalah pengeluaran pemerintah (Government Spending) dalam bentuk stimulus fiskal.

Pemerintah berencana mengeluarkan stimulus fiskal sejumlah Rp 71,3 triliun atau 1,4% dari PDB pada 2009. Paket stimulus ini ditujukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, daya saing usaha dan ekspor, dan peningkatan belanja infrastruktur padat karya. Namun yang jadi masalah saat ini adalah lambannya paket stimulus ini diimplementasikan. Padahal, dunia usaha memerlukan bantuan ini secepatnya agar tetap mampu bertahan dari kesulitan bisnis saat ini. Bagi dunia usaha, pemerintahan menjanjikan pembebasan bea masuk, fasilitas PPh badan, fasilitas PPN, fasilitas PPh pasal 21 untuk karyawan, potongan tarif listrik untuk industri, penurunan harga solar, pembiayaan UMKM melalui KUR dan jaminan ekspor. Pemerintah harus segera merealisasikan paket ini agar ancaman PHK dapat dikurangi. Kalau bukan sekarang, lalu kapan lagi?

Jumat, 06 Februari 2009

Dinamika Pergerakan HMI Komisariat Ekonomi UGM


Oleh Roky Kartiko
(Ketua Umum HMI Komisariat Ekonomi UGM)

Dalam tulisan ini perkenankan saya selaku Ketua Umum ingin berbagi tentang, harapan dan arah komisariat kedepan, mengingat sudah separuh masa kepengurusan di HMI harapan untuk membuat perubahan masih sangat kurang serta sedikit peningkatan yang dirasakan, komisariat FEB UGM harus berubah, berubah dalam konteks ini adalah kearah yang lebih baik dalam segi pemikiran, wacana, kekerabatan, dan banyak hal-hal lain. Dalam sejarahnya HMI adalah organisasi pergerakan yang berasas islam, tapi masih banyak diskusi-diskusi tentang keislaman yang belum terlaksana, masih dominannya diskusi-diskusi Ekonomi, Sosial, Politik dan Budaya. Harapan untuk mengembalikan citra HMI yang kian lama semakin kurang. Butuh adanya semangat dan antusias kawan-kawan pengurus untuk menjadikan HMI sebagai tempat untuk belajar, saling merasakan perasaan kawan satu dengan kawan yang lain, bahkan bisa sebagai tempat untuk refresing dalam melakukan aktifitas keseharian di kampus. HMI adalah organisasi prural yang senantiasa terdapat berbagai perbedaan antara pengurus, dengan perbedaan itulah kita saling belajar satu sama lain, dengan perbedaan itulah kita saling merasakan perasaan orang lain, bahkan dengan perbedaan itu menjadikan nilai tambah untuk HMI.

Budaya kritis merupakan proses pembelajaran yang selalu di kembangkan di HMI kepada pihak lain atau bahkan kepada diri sendiri. Kebesaran HMI ada pada diri kita masing-masing selama kita terus memperkaya diri dengan hal yang positif dan terus belajar, kapabilitas kawan-kawan akan meningkat, walaupun di lihat dari segi kuantitas kader HMI terasa sangat kurang, tapi bagaimana dengan kuantitas yang sedikit ini, kita bisa berdayakan dengan baik sehingga mencapai titik optimal. Tapi, kalau kita yakin pada diri dan berharap kita bangkit, maka suatu saat HMI akan menjadi maju. Napoleon Hill pernah berkata di dalam bukunya yang berjudul Think and Grow Rich bahwa untuk mencapai arah yang kita inginkan ada empat langkah penting; Tujuan yang jelas di dukung dengan hasrat membara untuk memenuhinya, Sebuah rencana yang pasti yang diungkapkan dengan tindakan yang berkesinambungan, Pikiran yang tertutup rapat dari segala pengaruh negatif dan melemahkan semangat, dan Sebuah persekutuan yang akrab dengan satu orang atau lebih yang akan mendorong kita melanjutkan langkah dengan rencana dan tujuan. Pertanyaannya sudahkah kita semua mempunyai tujuan yang jelas yang ingin kita capai di HMI?

Kamis, 05 Februari 2009

Apa Kabarmu Hari Ini?


Oleh Sita Rahmi BS
Ketua Umum Komisariat Ekonomi UGM 2006-2007

Kesetiaan itu bukan diukur apakah seseorang berkhianat atau tidak, melainkan apakah ia kembali lagi atau tidak. (Arswendo Atmowiloto)

Dingin. Belakangan, mimik itu kerap kudapati tiap kali bersua denganmu di sela gerimis rintik yang menggelitik kotamu, Jogja. Ada gurat luka yang seolah berbicara mengenai kisah-kisah indah yang mulai luntur dari pustaka memorimu. Coba kau sembunyikan, lalu kau lipat rapi dibalik garis senyum yang dipaksakan. Tatapanmu nanar.

Kau kini lebih seperti seorang renta yang terkubur oleh kepingan-kepingan kenangan masa lalu. Tidak seperti ini kau dulu. Melihatmu kini, aku jadi teringat bagaimana album tua di sudut ruang kerjamu berebut mencakapkan nama besarmu, menjelajahi naskah keberanianmu, menyanjungi kegagahanmu dulu. Atau gurauan kecil yang menghiasi dialog mimpi kita tentang sebuah rumah peradaban yang hendak kita bangun bersama. Akh, bagaimana bisa aku lupa dengan itu semua?

Sejujurnya, Aku (sudah) memutuskan untuk mencintaimu! Tepat tiga tahun yang lalu ketika kau tidak sengaja meminangku. Kita berkenalan dipersimpangan jalan gelap. Kau nyalakan lilin itu dengan buku-buku tua di perpustakaan rumahmu, sambil mendendangkan dongeng Zarathustra sebelum aku terlelap dan terbawa dalam rimbanya. Gerah! kalau sudah begitu kau pasti menyelipkan cerita Muhammad, Isa dan Ibrahim untuk menghiburku. Sampai akhirnya kau mampu menjadi candu bagi jiwaku. Dan sejak itu, aku selalu mendatangimu, lagi dan lagi.

Hingga suatu ketika aku tahu bahwa aku bukan satu-satunya bagimu. Ada yang sudah sangat mencintaimu sebelum aku. Ada yang telah dengan setia membuatkan kopi susu di pagi harimu, membacakan koran untukmu, menyalakan air ledeng, mengirimimu bunga mawar, atau sekedar mampir di berandamu, ngobrol ngalor-ngidul tentang kesebelasan yang menang tadi malam. Kata mereka: begitulah semestinya wujud setia.

Maaf. Aku sendiri hanya sesekali menjengukmu dengan membawa sepotong martabak yang sudah mulai mendingin. “Aku sibuk, sayang...tapi bukan berarti melupakanmu!” Kau hanya tersenyum. Aku tahu kau bahkan sudah bosan dengan alasanku. “Toh, sudah banyak yang memanjakanmu bukan?”. Dan kau menjawab “Sebagaimana yang lain, aku hanya perlu kau duduk di sampingku. Itu saja.”

Sekarang, katakanlah padaku, bagaimanakah sebuah cinta harus diekspresikan: semua berjejal ingin mencintaimu, sementara aku terus saja terbuai di rumah-rumah yang lain.

Kini kau risau disebabkan tak ada lagi yang menemanimu melihat bintang. Hari-harimu dipenuhi dengan kegundahan apakah masih ada yang bisa mewarisi khayalmu akan negeri yang gemah ripah loh jinawi, akan manusia-manusia unggul yang selalu muncul di setiap zaman?

Aku hanya ingin bilang; tak perlu kau sedu sedan karena akan selalu ada yang menjumpaimu di persimpangan jalan, kemudian menyusun kembali album-album untuk kau jadikan kenangan. Tidak harus dengan membuatkanmu kopi susu, membacakan koran untukmu, atau mengirimimu bunga mawar. Mereka punya cara sendiri walau sekedar membukakan pintu untukmu, hanya saja berilah mereka waktu.

Komisariat, akhirnya kau hanya sebuah rumah singgah yang akan tetap senyap jika nyawa-nyawa perjuangan tak lagi bersemayam. Maka hidupkanlah dia dengan keyakinan. Keyakinan bahwa dibalik yang fisik ada sesuatu yang lebih menggetarkan. Di mana adamu bukan sekedar tumpukan batu bata dan jendela-jendela yang terbuka, namun bilik kecil tempat spirit perubahan bermula. Berawal dari Himpunan kita.

Komisariat, apa kabarmu hari ini?

Komisariat Pindah Sekretariat


Oleh Puji Astuti
(Bendahara Umum)

Pada bulan September 2008, Sekretariat HMI Komisariat Fakultas Ekonomi UGM pindah dari Karanggayam menuju Karangwuni E 3A. Hal ini karena masa sewa rumah di Karanggayam sudah habis dan rumah tersebut akan digunakan pemiliknya. Pada awalnya, awak komisariat tidak tahu harus pindah ke mana. Sampai ada usulan rumah kontrakan di Karangwuni dan Pandega Rini. Kedua kontrakan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Rumah kontrakan di Karangwuni lebih dekat dengan kampus, tapi padat penduduk. Pada awalnya, pemilik rumah menawarkan harga 13 juta, setelah bermusyawarah dengan awak komisariat maka diputuskanlah harga 10 juta. Rumah di Pandega Rini ini lebih sepi dan nyaman namun jauh dari kampus, kontrakan tersebut ditawarkan seharga 7 juta. Secara keuangan tentu harga kontrakan di Pandega Rini lebih sesuai dengan budget komisariat.

Setelah mempertimbangkan beberapa aspek akhirnya awak komisariat memutuskan untuk menyewa kontrakan di Karangwuni selama satu tahun. Dengan mengumpulkan dana komisariat, dana penghuni kontrakan, dan iuran akhirnya lunaslah pembayaran kontrakan pada bulan November 2008.

Pada bulan September 2008 yang kebetulan bulan Ramadan, awak komisariat bersusah payah memindahkan barang dari komisariat lama ke komisariat baru. Untuk melaksanakannya, dibutuhkan waktu 2 hari dan 2 kali pengangkutan dengan mobil. Akhirnya, selesailah pemindahan barang tersebut. Namun kondisi komisariat baru dengan barang yang baru dipindah belumlah rapi. Awak komisariat banyak yang berencana pulang kampung sehingga acara merapikan komisariat ditunda sampai lebaran selesai.

Komisariat baru dilengkapi dengan fasilitas 4 kamar, 1 kamar mandi, dapur, sumur, dan ruang tamu.

Menanti Perubahan Kebijakan AS

Oleh Randi Kurniawan
(Kabid Kajian dan Riset HMI Kom Ekonomi UGM)

Seputar Indonesia pada Rabu, 28 Januari 2009

Obama telah membuktikan ke dunia, kecerdasan yang dibalut dengan kerja keras mampu mengantarkan seseorang mencapai cita-cita. Obama yang menjadi presiden AS ke-44, di masa kampanyenya berjanji akan mengubah AS dengan kemampuan yang dimilikinya. Kosakata change senantiasa mewarnai kampanyenya. Obama terpilih karena janji perubahan yang dikumandangkannya. Rakyat AS yang sudah lelah di bawah pemerintahan George W Bush, yang tak lain akan diteruskan oleh Mc Cain, lebih menyukai Obama dibanding rivalnya.

Bagi sebagian besar politisi, berjanji saat kampanye bukanlah perkara sulit. Tapi, memenuhi janji-janji di saat terpilih, merupakan perkara sulit. Ini terjadi karena dua hal: pertama, janji-janji yang dilontarkan terlalu tinggi, bahkan sampai-sampai tidak realistis. Tujuannya semata-mata agar pemilih terpengaruh untuk mencoblos namanya di bilik pemungutan suara. Kedua, kemampuan politisi tersebut memang rendah sehingga janji-janjinya tidak bisa dipenuhi. Kedua faktor ini bisa saja saling mendukung, tergantung mana yang paling berpengaruh. Namun tidak semua politisi yang berjanji, tidak memenuhi janji-janjinya. Tidak semua politisi punya kemampuan yang rendah. Tidak semua pula politisi memberi janji-janji yang tidak realistis, sehingga kelihatannya mustahil dipenuhi. Setidaknya contoh dari politisi yang diyakini mampu memenuhi janji-janjinya dapat dilihat pada sosok Obama.

Siapa pun tahu kalau Obama akan dihadang oleh masalah besar ekonomi dan wajah buruk diplomasi internasional yang ditinggalkan presiden sebelumnya. Oleh karenanya, janji perubahan ini bukanlah perkara gampang. Akan banyak tantangan yang menghadang, terutama karena dua faktor utama yakni krisis di timur tengah dan krisis yang terjadi di AS sendiri (krisis ekonomi). Masalah lainnya adalah kekacauan sistem kesehatan dan buruknya sistem pendidikan yang menimpa negara tersebut. Namun kebijakan Obama akan diarahkan untuk mengatasi masalah tersebut, meski membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikannya. Dengan kata lain, arah kebijakan AS akan lebih banyak dikonsentrasikan pada penyelesaian masalah domestik.

Dalam konteks internasional, diakui bahwa AS masih sangat berpengaruh dalam kancah ekonomi dan politik sampai saat ini. Kebijakan AS akan mempengaruhi negara-negara lain terutama yang berhubungan langsung dengannya. Oleh karenanya, perubahan arah kebijakan AS, terutama yang terkait masalah internasional akan memungkinkan terciptanya hubungan harmonis antar tiap negara. Sebagaimana presiden sebelumnya yang maniak perang, Obama cenderung tidak menyukai perang. Obama berjanji, dipastikan akan terlaksana, akan mempercepat penarikan pasukan dari Irak. Ini lebih dikuatkan lagi dengan prioritas anggaran yang akan dialokasikan untuk menstimulus ekonomi domestik.

Memang sejumlah orang pesimis, Obama akan mengubah arah kebijakan AS. Tapi bagi penulis, mestinya perlu disyukuri atas terpilihnya Obama ini. Paling tidak, kemungkinan kebijakan AS di bawah kepemimpinan Bush tidak berlanjut lagi. Lagi pula, usaha Obama untuk memenuhi janji kampanyenya sebetulnya sudah ada yang dilaksanakan seperti penutupan penjara Quantanamo di Kuba, upaya membatasi gerak pelobi di gedung putih, mengubah kebijakan terkait riset sel induk dan pengeboran gas alam dan minyak, dan melanjutkan upaya penyelamatan ekonomi domestik. Jadi, akan lebih baik bila kita optimis dibanding pesimis. Namun waktulah yang akhirnya akan menentukan. Selamat berjuang Obama. []

Stop Agresi, Lalu Beri Sanksi

Oleh Randi Kurniawan
(Kabid Kajian dan Riset HMI Komisariat Ekonomi UGM)

Seputar Indonesia pada Jumat, 16 Januari 2009

Serangan demi serangan dilancarkan militer Israel ke Kota Gaza. Akibatnya, jumlah korban yang tewas makin banyak. Tekanan dunia internasional, melalui PBB, agar Israel menarik mundur pasukannya dari Gaza tak diindahkan.

Buktinya, pasca resolusi PBB dikeluarkan, serangan Israel ke Gaza malah bertambah hebat. Bahkan, tentara cadangan pun dikerahkan untuk menghancurkan kekuatan Hamas di Gaza. Namun Hamas tampaknya tak tinggal diam, perlawanan yang sengit dari Hamas telah mempersulit Israel menguasai Gaza. Serangan Israel yang dilawan oleh Hamas ternyata malah mengorbankan warga sipil. Jumlah korban yang tewas di pihak Palestina hingga 13 Januari 2008, sekitar 935 jiwa, 280 di antaranya adalah anak-anak. Mengapa anak-anak yang banyak dikorbankan? Bila mencermati pesan ulama Yahudi kepada sebagian tentara Israel, yang mengatakan bahwa anak-anak Palestina harus dibunuh karena menjadi ancaman bagi Israel di masa mendatang, maka tak perlu heran bila tentara Israel rela membunuh banyak anak-anak.

Kita, bahkan dunia internasional, sepakat bahwa serangan ini harus dihentikan. Hanya saja, sikap Israel yang mengabaikan resolusi PBB sepertinya memupus harapan ini. Di pihak Hamas, tuntutan pada Israel, salah satunya untuk membuka blokade di perbatasan Gaza, juga sulit dipenuhi. Bila terjadi demikian, maka sulit bagi dunia internasional untuk memediasi perdamaian antar dua pihak ini.

Menurut penulis, dunia internasional melalui PBB harus mengeluarkan resolusi yang lebih tegas kepada Israel. Selain itu, yang lebih penting adalah memberikan tekanan yang berat pada resolusi tersebut agar Israel mematuhi resolusi. Selama ini, PBB tampaknya masih ragu dalam menghentikan langkah Israel, apalagi dengan tidak adanya dukungan dari Amerika Serikat yang malah bersikap abstain. Langkah ini makin meneguhkan posisi AS yang mendukung sikap Israel. Pun, Israel makin percaya diri meningkatkan serangan ke Gaza karena didukung oleh AS.

Konflik yang terjadi saat ini bukan masalah agama ataupun ras, tapi ini menyangkut masalah kemanusiaan atau Hak Asasi Manusia bagi warga sipil Palestina yang menjadi korban perang antara Hamas dan Israel. Oleh karena itu, PBB sebagai organisasi internasional wajib menghentikan serangan dengan cara apapun. Kita sudah tak tega lagi melihat warga sipil Palestina, khususnya anak-anak dan perempuan berlumuran darah.

Berhentinya serangan Israel memang sedikit menyelesaikan masalah. Tapi, belumlah selesai bila PBB belum memberikan sanksi yang tegas buat Israel karena kejahatan kemanusiaan yang dilakukannya. Pemimpin-pemimpin Israel harus digiring ke pengadilan internasional untuk mempertanggung jawabkan kejahatan kemanusiaan yang telah dilakukan terhadap warga sipil Palestina. Mereka harus mendapat hukuman yang setimpal. []

Aturan, Aparat, dan Demonstran

Oleh Randi Kurniawan
(Kabid Kajian dan Riset)

Seputar Indonesia pada Kamis, 12 Januari 2009

Bila dicermati, akhir-akhir ini marak terjadi aksi unjuk rasa yang berbuntut anarkis, baik yang dilakukan mahasiswa, buruh, maupun masyarakat umum. Aksi mahasiswa menolak UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang akhir-akhir ini marak terjadi pasca pemerintah mengesahkan UU tersebut, kerap kali berakhir ricuh dan anarkis, seperti pada aksi mahasiswa Unhas Makasar. Tak jarang pula, sikap aparat keamanan yang niatnya meredam aksi unjuk rasa dilakukan dengan kekerasan, sehingga kontraproduktif dan unjuk rasa malah makin anarkis. Dampak negatif unjuk rasa demikian tentunya bukan hanya menimpa pihak yang melakukan aksi, tapi juga masyarakat yang tidak terkait dengan aksi tersebut.

Mungkin hampir tiap orang sepakat, fenomena di atas dianggap mengkhawatirkan dan bila terjadi dalam skala masif, dampak negatif yang ditimbulkannya pun makin besar. Stabilitas ekonomi dan politik bisa terganggu. Oleh karenanya, tampaknya memang diperlukan upaya mengatur secara ketat setiap aksi unjuk rasa, agar berlangsung dengan tertib sehingga kerugian dapat diminimalkan.

Memang diakui, tiap orang atau kelompok bebas menyampaikan pendapat dan menuntut hak-haknya pada pihak lain. Kebebasan ini pun dilindungi oleh aturan yang sudah baku. Apalagi dalam negara demokrasi, kebebasan berpendapat dijunjung tinggi dan tidak ada orang yang berhak melarang. Masyarakat dapat memanfaatkan kebebasan ini untuk menuntut hak-haknya pada pemerintah. Mahasiswa, sebagai kelompok penyambung aspirasi rakyat ke pemerintah, memanfaatkan kesempatan ini untuk menyuarakan aspirasi rakyat kecil, serta menyuarakan pula aspirasi mereka sendiri. Bahkan tiap kelompok, tanpa terkecuali berhak menggunakan kebebasan ini untuk memperjuangkan keinginan dan harapan mereka.

Namun di balik kebebasan menyampaikan pendapat, khususnya aksi unjuk rasa, tentunya berhadapan langsung dengan kebebasan yang dimiliki orang lain. Ketika aksi unjuk rasa yang dilakukan kelompok tertentu merugikan kepentingan pihak lain yang tidak terlibat dengan aksi tersebut, maka aksi tersebut tidak dibenarkan. Perilaku seperti inilah yang perlu diredam dengan aturan-aturan yang lebih tegas dibanding aturan sebelumnya.

Oleh karenanya, langkah pemerintah ini perlu didukung oleh masyarakat agar aksi unjuk rasa yang berbuntut anarkis bisa diredam. Namun masyarakat tetap harus bersikap kritis dan waspada atas rencana pemerintah ini, jangan sampai pemerintah bertindak otoriter. Pun, kiranya perlu pula bagi aparat keamanan yang bertugas mengamankan aksi unjuk rasa bersikap profesional dan hati-hati dalam menjalankan tugasnya. Tindakan yang tidak tepat karena didorong oleh emosi berlebihan, malah menyulut emosi pula bagi pihak demonstran.

Sementara itu, pihak demonstran juga mesti sadar, menyampaikan aspirasi bukanlah cara yang tepat bila dilakukan sambil mengganggu ketertiban umum karena jelas melanggar hak dan kebebasan orang lain yang tidak terlibat. Oleh karenanya, faktor aturan yang tegas, sikap aparat keamanan di lapangan, serta kesadaran demonstran, merupakan faktor-faktor yang menentukan berjalannya aksi unjuk rasa dengan tertib atau malah berbuntut anarkis

Senin, 02 Februari 2009

CaDis HMI: Hasil FGD di Dusun Kedungan (II) Desa Sambeng Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang



Tanggal 7 Desember 2008 pukul 20.30-22.30

Oleh Nugroho
(Fasilitator FGD dan Pengurus Alifa)

Serangkai dengan kegiatan penyaluran hewan Qurban Alumni HMI FEB, Komisariat bekerjasama dengan Yayasan AliFa memfasilitasi Temu Warga Dusun Kedungan Desa Sambeng Kecamatan Borobudur pada tanggal 7 Desember lalu. Acara dimulai pukul 20.30 dan berakhir setelah berjalan selama 2 jam. Acara yang dihadiri 30 warga Dusun Kedungan bertujuan untuk mencari permasalahan pada infrastruktur, pertanian, perekonomian dan permasalahan social.

Ide acara ini berawal dari rapat di komisariat yang dipimpin Pak Kom-Roky pada akhir November lalu. Pada rapat yang juga menunjuk Puji Astuti sebagai Ketua Panitia Qurban, muncul ide “ Pendampingan Desa”. Forum berkeinginan setelah qurban ada kegiatan yang berkelanjutan selama satu tahun ke depan.

Langkah awal rencana Pendampingan Desa dimulai dengan diskusi terarak dengan warga Dusun Sambeng. Pertemuan ini bertujuan memahami masalah dan membantu merumuskan kebijakan guna memecahkan masalah desa. Pilihan pendekatan partisipatif untuk mencapai perumusan kebijakan yang tepat dan didukung masyarakat desa.

Participatory Rural Appraisal= PRA merupakan pendekatan dan metode yang memungkinkan masyarakat desa saling berbagi, menambah dan menganalisis pengetahuan tentang kondisi kehidupannya dalam rangka untuk membuat perencanaan dan tindakan.

PRA menekankan pada proses, di mana dinamika internal masyarakat desa menjadi fokus fasilitator. Perubahan didasarkan pada kemampuan masyarakat setempat, pemberdayaan masyarakat, proses bersifat fasilitatif dan partisipatif, diarahkan pada perubahan perilaku, terbentuknya kelembagaan dan tindakan masyarakat lokal yang berkelanjutan.

Pertemuan warga dilaksanakan dengan penuh keakraban. Diawali dengan pembagian kelompok beserta fasilitator pendamping. Kelompok I difasilitasi oleh Hohok, Randi, Kari, Agus, Vina, Resti; Kelompok II difasilitasi oleh Roky, Zarkasi, Wahyu, Novan, Sania, Pita; Kelompok III difasilitasi oleh Aulia, Suryo, Lizam, Fina, Intan; Kelompok IV difasilitasi oleh Puji Astuti, Shinta, Dedi, Romadhon.

Empat kelompok yang terbentuk membahas keadaan dan menemukan permasalahan yang ada pada sektor kajiannya. Pada akhir sesi, perwakilan kelompok mengungkapkan permasalahan sektornya kepada kelompok lainnya.

Toro, perwakilan kelompok satu (sektor infrastruktur) menampilkan Peta Desa Sambeng beserta dengan sarana dan prasarana yang ada serta distribusi penduduknya.
Dusun I 77 KK
Dusun II 70 KK
Dusun III 70 KK
Dusun IV 43 KK
Dusun V 55 KK
Dusun VI 22 KK

Pengungkapan penduduk terdapat permasalahan pada infrastruktur
1. Tikungan yang runcing pada jalan masuk ke Dusun Kedungan
2. Aspal rusak pada beberapa ruas
3. Jalan masuk ke Dusun III masih berupa jalan batu
4. Pada jalan besar, beberapa tikungan tajam perlu dikikis untuk memudahkan pengendara, penanaman rumput kolonjono juga perlu diatur agar tidak terlalu dekat dengan jalan agar tidak mengganggu jarak pandang pengendara
5. Pada musim hujan terdapat genangan air yang berpotensi merusak jalan sehingga perlu dibuat drainase

Maryoto perwakilan kelompok dua memaparkan bahwa pertanian di Desa Sambeng hanya mengandalkan air hujan, saat kemarau beberapa lahan tidak bias ditanami. Kelompok tani tidak ada di desa ini. Pupuk bersubsidi tidak masuk daerah ini karena desa tidak mengajukan pagu untuk mendapatkan alokasi pupuk bersubsidi.
Pengungkapan masalah
1. Pupuk bersubsidi tidak masuk Desa Sambeng
2. Bagaimana membuat kelompok tani?
3. Bagaimana membuat pupuk kompos?
4. Bagaimana membuat hasil tambahan pada musim kemarau?
5. Ditemukan beberapa lahan gundul, bagaimana memberdayakannya?

Menurut penuturan Umar perwakilan kelompok tiga, kehidupan penduduk sebagian besar ditopang oleh pertanian. Sebagian besar lahan berupa ladang yang ditanami jagung, cabe, ketela. Penduduk juga membudidayakan kenanga untuk dijual ke luar daerah. Dulu pernah ada yang mengusahakan penyulingan bunga kenanga. Harga minyak mencapai 50000 per liter. Sebagian besar penduduk mengusahakan ternak. Jenis ternak yang diusahakan adalah kambing dan sapi. Pengusahaan ternak dilakukan oleh orang tua, dibantu oleh anaknya untuk mencari rumput. Selepas sekolah anak-anak berusia SMA mencari rumput di desa. Pada musim kemarau, pencarian rumput dilakukan sampai luar daerah. Pemuda usia 18-30 tahun yang belum memisahkan diri (belum menikah) masih ditopang oleh keluarganya dalam hal makan. Untuk keperluan di luar makan, mereka mencari uang dengan menjual jasa membelah kayu yang berasal dari Kalibawang. Ada beberapa orang yang punya gergaji di dusun ini. Dalam sehari, 2 orang pekerja mendapat uang dari juragan di Kalibawang 200.000 dengan perincian 60.000 untuk tenaga, 50.000 untuk bensin dan rokok, sementara 90.000 untuk pemilik gergaji. (penuturan pelaku).
Beberapa permasalahan
1. Permasalahan pada pertanian
2. Mahalnya harga minyak tanah
3. Peternakan pada musim kemarau
4. Kelangkaan pupuk dan minyak tanah
Pujiono, perwakilan kelompok empat memaparkan bahwa kegiatan sosial sudah berjalan. Warga juga bergotong-royong membantu warga yang sedang ada masalah dilakukan secara sukarela.
Permasalahan yang terungkap
1. Ada kelemahan dalam berorganisasi, dibutuhkan kesadaran dan kesabaran.

Pertemuan ditutup pada pukul 22.30. selesai acara, para pemuda berkumpul untuk mengecek kesiapan panitia untuk acara esok paginya. Sementara itu, teman-teman Komisariat berjalan pulang menuju penginapan.

CaDis HMI: Perbankan Syariah dalam Sorotan

Perbankan Syariah telah berkembang pesat di Indonesia sejak tahun 1992. Berdirinya Bank Muamalat menandakan hal tersebut. Tentunya, pendirian bank ini bukannya tanpa tantangan, banyak kendala-kendala yang dihadapi para pendiri. Tapi, tampaknya masyarakat menyambut antusias keberadaan Bank Syariah karena dianggap menjanjikan keuntungan dan “aman” dari larangan syariat Islam.

Perbankan syariah telah mengalami perbankan pesat. Posisi aset perbankan syariah pada akhir tahun 2007 mencapai Rp 35 triliun, meningkat dari posisi tahun 2006 yang baru mencapai Rp 26,7 triliun. Tentunya, pesatnya perkembangan aset ini didorong oleh antusiasme masyarakat menggunakan jasa bank syariah, serta dukungan pemerintah terutama dari Bank Indonesia. Pun, dari pengelola perbankan syariah yang berupaya mengoptimalkan pengelolaan bank syariah ini. Mengingat pentingnya bank syariah ini, maka patutlah dianggap bahwa keberadaan bank syariah merupakan kebutuhan bagi masyarakat.

Namun dalam diskusi yang dipantik oleh Roky Kartiko, muncul sejumlah permasalahan di antaranya masalah riba. Riba merupakan perkara yang sangat dihindari dalam perbankan syariah. Namun diakui riba tidak hanya menyangkut bunga, tapi riba adalah mengadakan sesuatu dari yang tidak ada. Terdapat 70 jenis riba, sementara bunga adalah salah satunya. Mendapatkan keuntungan tanpa usaha disebut riba, tapi mendapatkan keuntungan dengan berusaha disebut berdagang. Riba dilarang, sementara berdagang dihalalkan. Nah, penggunaan uang kertas dalam transaksi di bank syariah tentu merupakan masalah. Ini artinya bank syariah tetap menggunakan instrumen riba dalam menjalankan aktivitas syariah. Perlu diketahui bahwa uang kertas atau fiat money, diberi nilai oleh pemerintah, padahal belum tentu nilai yang terkandung di dalamnya (nilai intrinsik) sama dengan nilai yang tertera (nilai nominal). Perbedaan antara nilai intrinsik dengan nilai nominal inilah yang patut pula dianggap riba.

Dalam diskusi ini, muncul kesepahaman bahwa munculnya perbankan syariah patut disyukuri, meski memang belum sempurna atau sesuai syariat. Yang paling awal, memang perlu diperbaiki cara transaksinya, sehingga sedikit demi sedikit perintah syariat betul-betul dijalankan. Tak perlu ada penghakiman terhadap pelaku perbankan syariah, justru yang perlu dilakukan adalah memikirkan cara terbaik untuk menjalankan perbankan syariah dengan memenuhi aturan-aturan yang terkandung dalam syariat. Selamat berpikir dan bertindak.[RK]

Catatan

Tema: Perbankan Syariah
Pemantik: Roky Kartiko
Waktu: Kamis, 22 Januari 2009
Tempat: Komisariat HMI FE UGM