Perbankan Syariah telah berkembang pesat di Indonesia sejak tahun 1992. Berdirinya Bank Muamalat menandakan hal tersebut. Tentunya, pendirian bank ini bukannya tanpa tantangan, banyak kendala-kendala yang dihadapi para pendiri. Tapi, tampaknya masyarakat menyambut antusias keberadaan Bank Syariah karena dianggap menjanjikan keuntungan dan “aman” dari larangan syariat Islam.
Perbankan syariah telah mengalami perbankan pesat. Posisi aset perbankan syariah pada akhir tahun 2007 mencapai Rp 35 triliun, meningkat dari posisi tahun 2006 yang baru mencapai Rp 26,7 triliun. Tentunya, pesatnya perkembangan aset ini didorong oleh antusiasme masyarakat menggunakan jasa bank syariah, serta dukungan pemerintah terutama dari Bank Indonesia. Pun, dari pengelola perbankan syariah yang berupaya mengoptimalkan pengelolaan bank syariah ini. Mengingat pentingnya bank syariah ini, maka patutlah dianggap bahwa keberadaan bank syariah merupakan kebutuhan bagi masyarakat.
Namun dalam diskusi yang dipantik oleh Roky Kartiko, muncul sejumlah permasalahan di antaranya masalah riba. Riba merupakan perkara yang sangat dihindari dalam perbankan syariah. Namun diakui riba tidak hanya menyangkut bunga, tapi riba adalah mengadakan sesuatu dari yang tidak ada. Terdapat 70 jenis riba, sementara bunga adalah salah satunya. Mendapatkan keuntungan tanpa usaha disebut riba, tapi mendapatkan keuntungan dengan berusaha disebut berdagang. Riba dilarang, sementara berdagang dihalalkan. Nah, penggunaan uang kertas dalam transaksi di bank syariah tentu merupakan masalah. Ini artinya bank syariah tetap menggunakan instrumen riba dalam menjalankan aktivitas syariah. Perlu diketahui bahwa uang kertas atau fiat money, diberi nilai oleh pemerintah, padahal belum tentu nilai yang terkandung di dalamnya (nilai intrinsik) sama dengan nilai yang tertera (nilai nominal). Perbedaan antara nilai intrinsik dengan nilai nominal inilah yang patut pula dianggap riba.
Dalam diskusi ini, muncul kesepahaman bahwa munculnya perbankan syariah patut disyukuri, meski memang belum sempurna atau sesuai syariat. Yang paling awal, memang perlu diperbaiki cara transaksinya, sehingga sedikit demi sedikit perintah syariat betul-betul dijalankan. Tak perlu ada penghakiman terhadap pelaku perbankan syariah, justru yang perlu dilakukan adalah memikirkan cara terbaik untuk menjalankan perbankan syariah dengan memenuhi aturan-aturan yang terkandung dalam syariat. Selamat berpikir dan bertindak.[RK]
Catatan
Tema: Perbankan Syariah
Pemantik: Roky Kartiko
Waktu: Kamis, 22 Januari 2009
Tempat: Komisariat HMI FE UGM
Perbankan syariah telah mengalami perbankan pesat. Posisi aset perbankan syariah pada akhir tahun 2007 mencapai Rp 35 triliun, meningkat dari posisi tahun 2006 yang baru mencapai Rp 26,7 triliun. Tentunya, pesatnya perkembangan aset ini didorong oleh antusiasme masyarakat menggunakan jasa bank syariah, serta dukungan pemerintah terutama dari Bank Indonesia. Pun, dari pengelola perbankan syariah yang berupaya mengoptimalkan pengelolaan bank syariah ini. Mengingat pentingnya bank syariah ini, maka patutlah dianggap bahwa keberadaan bank syariah merupakan kebutuhan bagi masyarakat.
Namun dalam diskusi yang dipantik oleh Roky Kartiko, muncul sejumlah permasalahan di antaranya masalah riba. Riba merupakan perkara yang sangat dihindari dalam perbankan syariah. Namun diakui riba tidak hanya menyangkut bunga, tapi riba adalah mengadakan sesuatu dari yang tidak ada. Terdapat 70 jenis riba, sementara bunga adalah salah satunya. Mendapatkan keuntungan tanpa usaha disebut riba, tapi mendapatkan keuntungan dengan berusaha disebut berdagang. Riba dilarang, sementara berdagang dihalalkan. Nah, penggunaan uang kertas dalam transaksi di bank syariah tentu merupakan masalah. Ini artinya bank syariah tetap menggunakan instrumen riba dalam menjalankan aktivitas syariah. Perlu diketahui bahwa uang kertas atau fiat money, diberi nilai oleh pemerintah, padahal belum tentu nilai yang terkandung di dalamnya (nilai intrinsik) sama dengan nilai yang tertera (nilai nominal). Perbedaan antara nilai intrinsik dengan nilai nominal inilah yang patut pula dianggap riba.
Dalam diskusi ini, muncul kesepahaman bahwa munculnya perbankan syariah patut disyukuri, meski memang belum sempurna atau sesuai syariat. Yang paling awal, memang perlu diperbaiki cara transaksinya, sehingga sedikit demi sedikit perintah syariat betul-betul dijalankan. Tak perlu ada penghakiman terhadap pelaku perbankan syariah, justru yang perlu dilakukan adalah memikirkan cara terbaik untuk menjalankan perbankan syariah dengan memenuhi aturan-aturan yang terkandung dalam syariat. Selamat berpikir dan bertindak.[RK]
Catatan
Tema: Perbankan Syariah
Pemantik: Roky Kartiko
Waktu: Kamis, 22 Januari 2009
Tempat: Komisariat HMI FE UGM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar