Jumat, 02 Oktober 2009

Kepekaan dan Skeptisme Mahasiswa untuk Kekuasaan

Oleh Iqbal Kautsar (Staf Pers dan Pustaka)

Tinta sejarah telah mencatat, jika perjalanan bangsa Indonesia berkoneksi kuat dengan kontribusi mahasiswanya. Mulai dari inisiasi pergerakan nasional BudTinta sejarah telah mencatat, jika perjalanan bangsa Indonesia berkoneksi kuat dengan kontribusi mahasiswanya. Mulai dari inisiasi pergerakan nasional Budi Utomo sampai gerakan revolusioner penjungkalan rezim otoriter Soeharto, adalah hasil karya besar mahasiswa Indonesia. Tentu, tak habis sampai di situ saja dedikasi mahasiswa membangun kejayaan negeri ini. Mahasiswa era sekarang pun tetap harus berposisi sebagai kontrol kekuasaan, sejalan roda zaman yang terus berputar .

Sekarang, iklim demokrasi kian merasuk ke sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistem pemerintahan telah semakin tertata sesuai dengan konsep good governance.Pun, terdapat pula mekanisme tersistematis dalam pemerintahan kita sehingga menjadikan Indonesia berprestasi sebagai salah satu negara paling demokratis di dunia.

Akan tetapi, adanya kondisi demikian, lantas tidak berarti kita percaya sepenuhnya pada kebijakan-kebijakan yang pemerintah ciptakan. Masih dimungkinkan banyak kebijakan yang tidak sesuai esensi kesejahteraan rakyat. Inilah ruang yang musti digunakan mahasiswa agar tetap meneguhkan perannya sebagai controller kekuasaan. Mahasiswa harus terus menjadi anjing penjaga yang setia mengawasi kebijakan pemerintah.

Untuk menjalankan perannya, tentu mahasiswa perlu melatih jiwa kepekaannya pada realitas yang muncul. Kepekaan atas fakta sosial, ekonomi, politik, budaya dan hukum menjadi hal tak terbantahkan untuk membangun kapabilitas mahasiswa dalam menganalisis produk-produk kekuasaan, apakah itu berpihak pada rakyat atau tidak. Arbi Sanit (1985) mengemukakan lima alasan mengapa mahasiswa harus menumbuhkan kepekaannya atas masalah-masalah kekuasaan.

Pertama, mahasiswa adalah kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik sehingga berpersepektif lebih luas untuk bergerak di semua lapisan masyarakat. Kedua, mahasiswa adalah golongan yang cukup lama bergelut dengan dunia akademis dan telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang di antara generasi muda. Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup yang unik dan akulturasi sosial budaya yang tinggi di kalangan mahasiswa.

Keempat, mahasiswa adalah golongan yang akan memasuki lapisan atas dari struktur kekuasan dan ekonomi, serta memiliki privilege dalam masyarakat sebagai kelompok elit. Kelima, mahasiswa rentan terlibat dalam pemikiran, perbincangan, dan penelitian pelbagai masalah yang timbul di tengah sosialita masyarakat, yang memungkinkan mahasiswa tampil dalam forum yang selanjutnya diangkatnya ke jenjang karier sesuai dengan keahliannya.

Namun, tidak cukup peka saja, mahasiswa perlu juga skeptis dalam memandang berbagai kebijakan pemerintah. Skeptis adalah sikap tidak lekas percaya atas apa yang dilakukan pemerintah. Namun, skeptis di sini harus diarahkan pada profesional skeptisme. Maksudnya, ketidakpercayaan mahasiswa bukan berarti menganggap segala hal yang dibuat pemerintah buruk adanya. Mahasiswa secara aktif profesional harus menelusuri apa maksud kebijakan itu dikeluarkan dan bagaimana dampaknya jika kebijakan itu diluncurkan.

Skeptisme memastikan mahasiswa untuk selalu mencari tahu lebih dalam terkait penciptaan kebijakan itu. Jadi, skeptisme menjadikan mahasiswa, ketika menjalankan aksi mengawasi pemerintah, agar didasarkan pada data-data hasil laku cari tahunya. Mahasiswa pun tidak lagi dengan mudahnya bereaksi mengkritik ataupun mendukung pemerintah hanya didasarkan guliran fakta-fakta mentah yang bisa saja timbul dibumbui intrik kepentingan golongan tertentu. Inilah metode yang sepatutnya dikembangkan mahasiswa dalam pengawasan pemerintahan, untuk memastikan kebijakan pemerintah benar-benar untuk kesejahteraan rakyat.

*) Artikel ini dimuat di Harian Seputar Indonesia, 15 September 2009i Utomo sampai gerakan revolusioner penjungkalan rezim otoriter Soeharto, adalah hasil karya besar mahasiswa Indonesia. Tentu, tak habis sampai di situ saja dedikasi mahasiswa membangun kejayaan negeri ini. Mahasiswa era sekarang pun tetap harus berposisi sebagai kontrol kekuasaan, sejalan roda zaman yang terus berputar .

Sekarang, iklim demokrasi kian merasuk ke sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistem pemerintahan telah semakin tertata sesuai dengan konsep good governance.Pun, terdapat pula mekanisme tersistematis dalam pemerintahan kita sehingga menjadikan Indonesia berprestasi sebagai salah satu negara paling demokratis di dunia.

Akan tetapi, adanya kondisi demikian, lantas tidak berarti kita percaya sepenuhnya pada kebijakan-kebijakan yang pemerintah ciptakan. Masih dimungkinkan banyak kebijakan yang tidak sesuai esensi kesejahteraan rakyat. Inilah ruang yang musti digunakan mahasiswa agar tetap meneguhkan perannya sebagai controller kekuasaan. Mahasiswa harus terus menjadi anjing penjaga yang setia mengawasi kebijakan pemerintah.

Untuk menjalankan perannya, tentu mahasiswa perlu melatih jiwa kepekaannya pada realitas yang muncul. Kepekaan atas fakta sosial, ekonomi, politik, budaya dan hukum menjadi hal tak terbantahkan untuk membangun kapabilitas mahasiswa dalam menganalisis produk-produk kekuasaan, apakah itu berpihak pada rakyat atau tidak. Arbi Sanit (1985) mengemukakan lima alasan mengapa mahasiswa harus menumbuhkan kepekaannya atas masalah-masalah kekuasaan.

Pertama, mahasiswa adalah kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik sehingga berpersepektif lebih luas untuk bergerak di semua lapisan masyarakat. Kedua, mahasiswa adalah golongan yang cukup lama bergelut dengan dunia akademis dan telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang di antara generasi muda. Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup yang unik dan akulturasi sosial budaya yang tinggi di kalangan mahasiswa.

Keempat, mahasiswa adalah golongan yang akan memasuki lapisan atas dari struktur kekuasan dan ekonomi, serta memiliki privilege dalam masyarakat sebagai kelompok elit. Kelima, mahasiswa rentan terlibat dalam pemikiran, perbincangan, dan penelitian pelbagai masalah yang timbul di tengah sosialita masyarakat, yang memungkinkan mahasiswa tampil dalam forum yang selanjutnya diangkatnya ke jenjang karier sesuai dengan keahliannya.

Namun, tidak cukup peka saja, mahasiswa perlu juga skeptis dalam memandang berbagai kebijakan pemerintah. Skeptis adalah sikap tidak lekas percaya atas apa yang dilakukan pemerintah. Namun, skeptis di sini harus diarahkan pada profesional skeptisme. Maksudnya, ketidakpercayaan mahasiswa bukan berarti menganggap segala hal yang dibuat pemerintah buruk adanya. Mahasiswa secara aktif profesional harus menelusuri apa maksud kebijakan itu dikeluarkan dan bagaimana dampaknya jika kebijakan itu diluncurkan.

Skeptisme memastikan mahasiswa untuk selalu mencari tahu lebih dalam terkait penciptaan kebijakan itu. Jadi, skeptisme menjadikan mahasiswa, ketika menjalankan aksi mengawasi pemerintah, agar didasarkan pada data-data hasil laku cari tahunya. Mahasiswa pun tidak lagi dengan mudahnya bereaksi mengkritik ataupun mendukung pemerintah hanya didasarkan guliran fakta-fakta mentah yang bisa saja timbul dibumbui intrik kepentingan golongan tertentu. Inilah metode yang sepatutnya dikembangkan mahasiswa dalam pengawasan pemerintahan, untuk memastikan kebijakan pemerintah benar-benar untuk kesejahteraan rakyat.

*) Artikel ini dimuat di Harian Seputar Indonesia, 15 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar