Jumat, 02 Oktober 2009

Menggairahkan (Lagi) Pers Mahasiswa

Oleh: Iqbal Kautsar
Staf Pers dan Pustaka HMI FEB UGM


Ketika pers-pers umum dibungkam oleh tangan-tangan lalim penguasa Orde Baru, masih ada pers mahasiswa yang setia sebagai pengontrol kekuasaan pemerintah.

Sejarah ketertutupan informasi pada masa itu pun jadinya tak segelap gulita dunia tanpa matahari. Ada pers mahasiswa yang hadir membawa pelita terang kebenaran atas segala kezaliman kekuasaan Orde Baru. Saking beraninya, tak terhitung lagi berapa banyak pers mahasiswa yang dibredel, ditutup, dan dibubarkan oleh penguasa Orde Baru. Aktivis-aktivisnya pun ditangkapi, dipenjarakan bahkan sampai sengaja dienyahkan dari muka bumi,alias dibunuh.

Ini karena saat itu pers mahasiswa tetap teguh dengan idealismenya yang mengkritik dan menentang keras segala kebijakan pemerintah Orde Baru yang sama sekali tak berpihak pada kepentingan rakyat. Adapun contoh pers mahasiswa yang menjadi “korban” kediktatoran Orde Baru adalah Gelora Mahasiswa UGM. Kini masa-masa kelam itu telah sirna seiring lengsernya rezim Soeharto. Semenjak reformasi bergulir pada tahun 1998 atas inisiasi mahasiswa—di mana pers mahasiswa juga berperan besar di dalamnya, telah terjadi perubahan besar dalam hal kebebasan rakyat.

Sekarang rakyat bebas dan merdeka untuk mengekspresikan pendapat atas perilaku dan kinerja pemerintah, tanpa pengekangan apa pun dari penguasa. Seluruh elemen masyarakat pun bebas memfungsikan diri sebagai pihak pengontrol. Ini tentu merupakan pertanda baik karena semakin banyak yang mengawasi kekuasaan pemerintah, semakin kuat pulalah suatu negara mengarungi lautan demokrasi. Dinamika zaman yang telah berubah ini tentu harus diikuti dan diantisipasi pula oleh pers mahasiswa.

Kesetiaannya sebagai anjing penjaga atas segala ketidakberesan di masyarakat mesti dijaga erat-erat. Pers mahasiswa tak boleh kehilangan idealismenya sebagai pengontrol kekuasaan pemerintah. Namun, era keterbukaan informasi sekarang ini tak semuanya menguntungkan bagi pers mahasiswa. Malahan,bisa jadi sebagai suatu bumerang, yang membuat pers mahasiswa dalam fungsinya sebagai pengontrol kekuasaan pemerintah menjadi kerdil. Mengapa demikian?

Dengan melimpahnya kebebasan berpendapat dan informasi ini,tentu pers umum yang ditopang dengan dana dan sumber daya manusia yang melimpah akan lebih mampu menjadi corong rakyat untuk mengawasi pemerintah. Walau demikian,ini bukanlah kiamat bagi pers mahasiswa untuk tetap setia pada peran pengontrol. Pers mahasiswa harus menjadikan ini sebagai peluang untuk terus mengaktualisasi peran seiring perubahan zaman dengan cara-cara yang lebih berkembang.

Menurut hemat penulis, sebagai seorang penggiat pers mahasiswa, kegairahan pers mahasiswa agar terus menggeliat sebagai pengawas kekuasaan pemerintah dapat dikembangkan lagi dengan jalan menyajikan tulisan-tulisan kritisnya yang berbasis penelitian. Pers mahasiswa perlu mengembangkan karakter keilmuan dalam kegiatannya agar dirinya unik dan berbeda dengan pers umum ataupun lembaga kontrol lain.

Mahasiswa yang hidup dalam ranah akademis tentu akan lebih mafhum dengan konten dari kebijakan yang digelontorkan pemerintah. Lewat tulisan, pers mahasiswa bisa mengungkapkan ketidakberesan kebijakan pemerintah dengan dilandasi penelitian-penelitian keilmuan. Opini masyarakat pun akhirnya bisa digiring oleh pers mahasiswa ke dalam ruang kritis yang akademis dalam menanggapi kebijakan-kebijakan pemerintah.

*) artikel ini dimuat di rubrik Suara Mahasiswa, Koran Seputar Indonesia 26 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar